Saya sangat terkejut dengan pemberitaan media maya akhir-akhir ini yang mengatakan bahwa ada wacana untuk mengharamkan Facebook. Anda tidak salah baca, situs jejaring sosial yang anda gunakan untuk membaca tulisan saya ini direncanakan
bersertifikasi haram. Fatwa yang kabarnya ingin dikeluarkan oleh ulama di Jawa Timur ini sungguh mencuri perhatian saya. Tanpa saya sadari
tab pada Mozzila di
laptop saya seluruhnya tertuju pada berita terkait padahal rencana awal saya akan mencari bahan kuliah Ekonometrika 2.
Kembali pada pokok pembicaraan. Sebagai orang awam, saya berdecak melihat fenomena di Indonesia. Sepertinya “HARAM” sedang naik pamor. Setelah rokok dan Golongan Putih, kini situs jejaring sosial yang sedang popular ini “ikut-ikutan” diharamkan. Mungkin anda juga merasakan hal yang sama dengan apa yang saya rasakan. Saya tidak pernah terfikir bahwa eksistensi media maya (dalam hal ini Facebook) yang notabene bukanlah situs porno atau sejenisnya akan menuai argumen mengarah pada pemberian fatwa haram. Menurut harian Sumatera Ekspres, berdasar hasil Bhatsul Masail XI Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur yang dilakukan di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-Aat Lirboyo, Kediri, 20-21 Mei lalu, hukum Facebook dinyatakan Haram.
Mari kita kaji lebih lanjut mengenai Facebook. Konten yang anda tampilkan pada akun anda pada dasarnya memiliki
Terms and Condition yang menyatakan bahwa segala
post yang anda berikan tidak boleh mengandung unsur SARA juga pornografi. Setahu saya, bahkan untuk
Profile Picture yang anda sematkan sangat tidak dperbolehkan menampilakan foto yang mempertontonkan aurat anda. Dan saya pun yakin, pengelola Facebook tidak ”sebodoh” orang Indonesia. Mereka memiliki
certain filter yang akan menutup akun anda jika ditengarai mengandung unsur-unsur yang
basicly dilarang untuk ditampilkan. Kalau anda bijak, situs jejaring sosial yang anda miliki sebenarnya memiliki fungsi yang lebih dari apa yang anda ketahui. Ini bukan masalah
eksistensi anda di dunia maya, melainkan bagaimana anda dapat bertukar pendapat, berbagi kabar terkini, membentuk komunitas, bahkan belajar. Bukankah ini termasuk dalam ”silahturahmi”?. Layak kah sebuah media silaturahmi diharamkan.. Menurut data internal yang saya kutip dari Palo Alto, California yang merupakan lembaga independen pusat operasional Facebook menyebutkan bahwa penduduk Indonesia yang tergabung dalam situs ini adalah sebanyak 813.000 orang dari 250 juta penduduknya yang 90% beragama Islam. Bisa dibayangkan bahwa kurang dari atau sama dengan 813.000 orang saat ini bisa bersilahturahmi melalui Facebook. Angka ini tentunya masih dapat bertambah. Lagipula, Facebook bukanlah situs jejaring sosial satu-satunya. Saya pribadi, akun Facebook hanyalah migrasi dari Friendster dan MySpace yang sudah lebih dulu saya miliki. Kemana MUI selama ini?
Saya sempat membaca peryataan-pernyataan dari beberapa pihak mengenai wacana ini. Ketua MUI Kalimatantan Selatan mengatakan bahwa keberadaan Facebook bisa haram bisa tidak. Pendapat pribadi ini sudah cukup bijaksana menurut saya. Pendapat ini pula lah yang membawa Ketua MUI tersebut tidak berani mengeluarkan fatwa haram mengenai Facebook. Para ulama di Jawa Timur mengatakan bahwa menjamurnya Facebook dirasa akan memberikan dampak negatif bagi umat Muslim di Indonesia dan dapat digunakan untuk transaksi seks terlarang. Lagi, seorang anggota MUI bernama Amidhan mengatakan bahwa Facebook membuka peluang pembicaraan mengenai pornografi dan meningkatnya tingkat perselingkuhan di Indonesia yang tidak sesuai dengan ajaran budaya Timur.
Kita sebagai kaum berilmu hendaknya punya pandangan yang edukatif dalam segala hal. Perspektif mengenai Facebook sebaiknya dilihat dari sisi manfaat dan mudaratnya. Bukan berarti kita mengesampingkan
touch of religion dalam hal ini. Bahkan kalau kita mengkaitkan dengan unsur agama, keberadaan situs jejaring sosial yang pada dasarnya bermanfaat untuk mencegah terputusnya tali silahturahmi seharusnya menjadi
power untuk kemashalatan kita sebagai umat beragama. Saya lebih mengapresiasi pihak-pihak yang berpandangan positif dan sama sekali tidak menjustifikasi negatif akan keberadaan situs jejaring sosial ini. Saya mengambil contoh beberapa ulama-ulama NU termasuk Gus Dur. Paus di Vatikan juga menggunakan Facebook sebagai media dakwah.
Sebagai makhluk yang hidup di dunia dengan
endless technology harusnya keberadaan facebook dirasakan sebagai suatu bentuk pertolongan.
Di masa kini, media tradisional dan surat kabar sudah semakin tergerus sehingga media elektronik berbasis maya menjadi media yang berpotensi positif dalam menjaring komunitas dan juga hal-hal positif lainnya. Kita pun sebagai Facebook
user sebaiknya bijak dalam menggunakannya antara lain dengan mengontrol penggunaannya. Jangan sampai situs jejaring yang kita senangi ini dimasukkan dalam kategori
khalwah. Kalaupun fatwa akan dikeluarkan bagi media-media berbasis internet, hendaknya seleksi dilakukan dengan lebih baik. Masih banyak situs-situs yang jelas-jelas mengandung unsur pornografi. Media selingkuh dan pornografi juga bukan hanya melalui situs internet. Saya akan setuju Facebook diharamkan jika pada perkembangannya penggunaan media ini didominasi oleh propaganda, media umbar aurat, perbuatan yang tidak sesuai akidah dan juga fitnah. Sayang, belum ada fatwa haram bagi orang yang memfitnah. Termasuk memfitnah Facebook.
Comment(s) via Facebook.com