Senin, 29 Juni 2009

Michael Jackson dan Ayat-Ayat Cinta


Sebagaimana anda ketahui dari beberapa liputan di beberapa media, Michael Jackson telah meninggal dunia. Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas mengenai apapun yang berhubungan dengan penyebab kematian Michael Jackson karena saya pun tidak mengetahuinya, tapi lebih ke beberapa hal yang menurut saya cukup mengganggu. Mungkin anda juga mengetahui bahwa Michael Jackson adalah seorang Mualaf. Benar, dia dilahirkan dengan menganut agama/aliran kepercayaan bernama “Saksi Jehovah”. Namun sejak tahun 1989, dia mengikuti agama sang kakak Jermaine Jackson menjadi seorang Muslim. Jika anda menganggap saya sebagai seseorang yang tidak menyukai Mualaf, silahkan untuk berhenti membaca tulisan saya ini karena anda salah. Saya adalah orang yang sangat Open Minded dalam memandang kebebasan beragama. Sama seperti Michael Jackson, adalah hak manusiawi nya untuk memeluk agama Muslim.
Mengapa saya membahas ini? Begini, semenjak kematian Michael Jackson banyak sekali komentar yang membahas mengenai ini dari orang Indonesia. Pantas-pantas saja jika memang masih dalam taraf wajar.

Saya membaca beberapa status dari beberapa teman di Facebook yang menulis diantaranya seperti ini :
1. “Selamat jalan Michael Jackson, teman Muslim ku…”
2. “Alhamdullilah… Michael Jackson meninggal sebagai seorang Islam”
3. “R.I.P : MIKAEEL Jackson”
( Perhatikan penulisan “Mikaeel” yang Upper Case)

Bagi saya, kalimat status tersebut sangat mengganggu dan sebaiknya tidak dipublish secara universal. Status-status tersebut memiliki “taraf mengganggu” yang sama jika saya membaca tulisan seperti ini (maaf) : “Halelujah…Mosab Hassan Yousef menjadi saudara seiman saya.”
Ada sisi-sisi yang harus kita perhatikan dalam hal ini. Dalam status-status yang saya kutip dari Facebook tersebut, terdapat kesan “Saya bangga karena Michael Jackson menjadi Islam”. Sangat wajar jika terdapat kebanggaan seperti itu. Saya pun sangat bangga ada pemeluk agama lain seperti Mosab Hassan Yousef yang beralih ke agama saya. Namun, ada baiknya kebanggaan tersebut tidak ditunjukkan di kalangan luas. Seperti status-status yang SEHARUSNYA mengenal apa yang namanya “Konsumsi Kalangan Sendiri” dimana sedapat mungkin dinamika kebanggaan kita hanya berada dalam lingkup kalangan kita dalam hal ini kalangan Muslim. Pahami bahwa tidak semua orang yang membaca status tersebut adalah Muslim. Di Indonesia juga terdapat banyak pemeluk “Saksi Jehovah” yang mungkin jika membaca status tersebut timbul kekecewaan bahwa terdapat pendukung penolakan seseorang terhadap keyakinan tersebut. Bukankah beralihnya Michael Jackson menjadi Muslim merupakan sebuah bentuk penolakan dirinya terhadap “Saksi Jehovah”? Dan kepindahan agama Michael Jackson ini pasti menimbulkan kekecewaan di kalangan “Saksi Jehovah” sama seperti kekecewaan saudara-saudari Muslim yang mengetahui bahwa Mosab Hassan Yousef beralih menjadi Kristiani. Indonesia memang aneh, di saat Michael Jackson yang sama sekali tidak berkoar-koar mengenai agama barunya tersebut, beberapa dari kita justru over memberitakannya.

Saya jadi teringat dengan film super laris “Ayat-Ayat Cinta”. Selama pemutaran, saya sangat mengapresiasi film tersebut sampai pada bagian yang menceritakan bahwa tokoh Maria Girgis berpindah agama menjadi Muslim. Saya pasti sangat menerima jika pada awalnya tokoh Maria diceritakan tidak memiliki agama. Namun sangat disayangkan, tokoh Maria Girgis awalnya adalah seorang pemeluk Kristen Koptik. Wajar-wajar saja jika Habibu Rahman El Zirazy mengarang cerita sedemikian rupa karena itu hak nya. Namun sayang sekali, yang bersangkutan kurang sensitif terhadap isu yang dibawa di dalamnya. Yakinlah, pasti banyak sekali orang yang kecewa dengan bagian ini. Saya salah satu diantaranya meskipun saya bukanlah penganut Kristen Koptik. Dan lagi, novel serta film ini dikonsumsi oleh masyarakat dari keyakinan yang berbeda-beda. Ada baiknya pada awal publish-nya cerita seperti ini diberi label “Untuk Kalangan Sendiri” supaya tidak timbul pemikiran yang menganggap novel dan film tersebut provokatif.

Dari kedua contoh diatas, terlihat sekali bahwa banyak dari masyarakat kita kurang respect terhadap keberadaan agama lain. “Mayoritas” bukanlah sebuah "special privilege” melainkan sebuah pengungkit yang membuka kesadaran kita terhadap keberadaan “Minoritas”. Jangan lupa! “Mayoritas” di sebuah negara adalah “Minoritas” di Negara lain…