Minggu, 28 Juni 2009

SI PINCANG DAN SI BUTA


Terdapat dua lelaki yang memiliki kekurangan masing masing pada dirinya. Lelaki yang pertama adalah seorang pincang. Salah satu kakinya tidak berfungsi sehingga dia dikenal dengan sebutan si pincang. Seorang lagi mengalami kebutaan pada kedua matanya. Si buta dan si pincang tinggal bersama. Si buta mempunyai tongkat yang menuntun dia untuk dapat mengarahkan langkahnya. Tongkat tersebut memberikan kemudahan baginya dalam melakukan aktivitasnya sendiri. Sedangkan si pincang tidak mempunyai kursi roda yang dapat membantunya berjalan sehingga dalam kesehariannya ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukannya meskipun dia sangat ingin melakukannya.
Ada sesuatu yang unik dalam diri si pincang. Dimulai setiap hari ke duapuluh setiap bulannya selama sepuluh hari, dia harus menghirup udara dari seberang desa untuk menjamin agar dia dapat bertahan hidup. Desa mereka dengan desa asal udara tersebut hanya dihubungkan oleh jembatan kecil. Tepat pada hari kesembilan belas pada bulan itu, si pincang sudah mulai merasakan paru-parunya sesak. Ini merupakan pertanda bahwa dia harus segera menuju desa seberang. Dia pun meminta bantuan kepada si buta supaya dapat menolongnya seperti yang dilakukan si buta setiap bulannya. Si pincang meminta pada si buta agar si buta mau meminjamkan tongkatnya. Nantinya tongkat ini akan digunakan si pincang sebagai penyangga membantunya menyebrangi jembatan kecil agar dia tidak jatuh kedalam jurang. Si buta pun mulai hari ke dua puluh selama sepuluh hari setiap bulannya meminjamkan tongkatnya kepada si pincang dengan anggapan bahwa dia masih bisa tetap berjalan tanpa menggunakan tongkat. Dengan menggunakan tongkat yang dipinjamkan oleh si buta, si pincang pun dapat melalui jembatan kecil tersebut dan dapat menghirup udara di seberang desa sehingga dia tetap dapat hidup.
Si pincang mulai merasa tidak enak hati karena setiap bulannya dia selalu meminjam tongkat pada si buta. Akhirnya si pincang memutuskan untuk meminjam tongkat pada orang lain di bulan-bulan tertentu. Dengan cara itu dia masih tetap dapat menyebrangi jembatan kecil ke seberang desa agar dapat bertahan hidup.
Suatu bulan pada hari kesembilan belas, si buta mengalami sakit parah dan dia harus memakan tanaman obat dari suatu desa. Ternyata desa tempat tanaman obat itu adalah desa yang selalu didatangi oleh si pincang setiap bulannya. Si buta mengetahui bahwa untuk menuju desa tersebut, dia harus melalui jembatan kecil. Sebenanya, si buta dapat melangkah dengan normal di atas jembatan. Namun, karena kebutaannya, dia memerlukan penuntun yang mengarahkan langkahnya. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk meminta bantuan si pincang untuk menuntunnya. Si pincang pun menuntunnya menuju desa itu.
Keesokan harinya adalah hari kedua puluh pada bulan itu, yaitu hari dimana si pincang harus ke desa seberang. Kebetulan pula, si buta belum sembuh total dan masih harus tetap mengkonsumsi tanaman obat dari desa yang sama dengan desa yang didatangi si pincang. Si buta pun merencanakan untuk pergi bersama dengan si pincang ke desa tersebut dengan maksud agar si pincang dapat menuntunnya sampai pada desa tersebut. Namun sangat disayangkan, si pincang selalu pergi terlebih dahulu ke desa tersebut tanpa diketahui oleh si buta padahal si pincang mengetahui bahwa si buta membutuhkan bantuannya. Akhirnya setelah beberapa kali menghadapi hal yang sama, si buta meminta penjelasan pada si pincang mengapa si pincang tidak menolongnya padahal dia sangat membutuhkan penuntun. Si pincang pun menjawab bahwa selama ini si buta hanya meminjamkan tongkat maka si pincang hanya mau membalasnya dengan tongkat yang dipinjamnya dari orang lain. Si buta merasa sangat kecewa pada si pincang sebab si buta selalu meminjamkan tongkat pada si pincang, namun disaat dia membutuhkan tuntunan dari si pincang, si pincang hanya mau memberikan tongkat pinjaman pada si buta yang nyata-nyata mempunyai tongkat sendiri. Sejak saat itu, si buta menjadi sangat mempertimbangkan apakah akan meminjamkan tongkatnya pada si pincang jika dikemudian hari si pincang tidak mendapatkan pinjaman tongkat dari orang lain...


Tragis memang, ada kalanya orang lain mengandalkan bantuan dari kita dalam melalui masa-masa sulitnya. Tapi, di saat kita membutuhkan bantuan dari orang tersebut untuk membantu kita di masa-masa sulit kita, dia acuh tak acuh dan tak peduli akan kondisi kita meskipun dia tahu bahwa kita sedang membutuhkan bantuan darinya. Malah, untuk beberapa orang tertentu, mereka hanya mau membalas orang lain dengan bentuk yang sama dengan yang diterimanya